Sebulan lalu, saya mengibarkan bendera putih kepada orang tua saya. “Mam, pap, mohon maap, kayanya saya ngga bisa nerusin kuliah.” Yup, pernyataan ini penting mengingat status pendidikan saya yang ngga jelas juntrungannya. Dari pada mereka berharap, lebih baik saya bilang terus terang.
Sekilas mam n pap mengerti penjelasan saya yang berapi-api itu. Mereka hanya manggut-manggut dan akhirnya menghela napas panjang menandakan kepasarahan dari sebuah kekecewaan. Well, sedih juga melihat mereka seperti itu. Tapi dalam hati saya berjanji untuk menunjukkan yang terbaik sebagai pengganti dari keputusan saya yang juga menurut teman-teman saya …yeach mengecewakan!
Keesokannya, saya disuruh menghadap lagi. kali ini mereka yang bicara dan membuat keputusan.
“Terusin kuliah kamu”
“Lho..tapi
“Pokoknya beresin, soal biaya pap yang tanggung sampe tuntas”
“Tapi
“Kalo perlu usaha kamu tinggalin dulu”
“Wah, ngga bisa, saya ngga mau minta-minta duit lagi, saya udah gede ;)”
“Udah, tar kalo dah beres kuliah, terserah kamu mau ngerjain apa”
“Tapi
“mulai besok urusin lagi ke kampus tuh”
“Hiks..tapi
Setelah saya renungkan, inti dari semua ini bukanlah soal idealisme atau definisi kesuksesan antara saya dan pap. Saya telah menangkap pesan tersirat. Adalah sebuah kegagalan bagi orang tua saya bila saya sampe tidak lulus. Yeach, bisa dimengerti. Bukan semata sebuah prestise mempunyai anak bertitel sarjana, tapi ini hanyalah salah satu dari target kehidupan keluarga (terutama pap), yaitu menyekolahkan anak-anaknya hingga tuntas. Itu saja.
Sebagai anak yang ingin disebut berbakti, biasanya kita menunjukkan bakti kita dengan membelikan sesuatu atau sejumlah uang untuk orang tua kita. Sebuah hal yang wajib dan wajar. Tapi sering kali kita tak sadar berapa banyak keinginan orang tua yang terabaikan. Ya, terabaikan karena kita menganggap keinginan-keinginan itu bukanlah dari tujuan kita. Kita hanya berusaha mencapai kesuksesan demi idealisme dan definisi kesuksesan menurut kita sendiri. Sedangkan keinginan orang tua hanya diukur oleh kita dengan menjadi orang sukses secara materi, lalu memberikan uang kepada orang tua.
Saya menerawang ke depan. Bila akhirnya saya beres kuliah, saya bisa bayangkan betapa bahagianya mereka. Sebuah cita-cita yang mereka idamkan tentunya : melihat saya diwisuda. Yeach, yang saya tahu, saat ini mereka tidak menuntut apa-apa dari saya selain itu. Jadi saya rasa, ini adalah momen tepat untuk membahagiakan orang tua saya. lagian saya sudah
Menembus birokrasi kampus
Yup, seperti telah diduga sebelumnya, untuk back to hell ini memang lumayan berbelit. Mulai dari membuat
Well now, I’m back to hell…
situasi dimana saya harus begadang tiap hari mengerjakan tugas-tugas karena deadline yang berdekatan, situasi yang memaksa saya tidak mandi sampe 3 hari (sueeer!!), situasi dimana saya seperti menjadi alien di kampus, situasi dimana saya banyak melewatkan kesempatan kencan ;) dan situasi-situasi lainnya yang tak layak untuk diungkapkan. Yeach, ini sebagai konsekuensi karena saya juga ngga bisa ninggalin kegiatan lain dan usaha yang sedang saya bangun.
Tapi kini saya ikhlas menjalaninya demi cita-cita orang tua yang sempat saya benamkan di laut terdalam. Paling tidak, masih ada celah untuk membahagiakan orang tua. Ok mam, pap, here I go again!!
2 komentar:
so, sekarang masih berjuang untuk lulus boss?
yup, sampai titik darah penghabisan!!
Post a Comment